Alasan Mengapa Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam Mempunyai Kedudukan yang Tinggi/Khairul Anam
oleh : Raehanul Bahraen-
Salah satu
jawabannya adalah karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
adalah yang paling berat ujiannya dan yang paling sabar. Dalam
pembahasan ini kita bisa melihat juga perbandingan ujian beliau dengan ujian
rasul dan nabi yang lainnya.
عَنْ
مُصْعَبِ بْنِ سَعْدٍ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَيُّ
النَّاسِ أَشَدُّ بَلَاءً؟
قَالَ:
«الأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الأَمْثَلُ فَالأَمْثَلُ، فَيُبْتَلَى الرَّجُلُ عَلَى
حَسَبِ دِينِهِ،
فَإِنْ كَانَ
دِينُهُ صُلْبًا اشْتَدَّ بَلَاؤُهُ، وَإِنْ كَانَ فِي دِينِهِ رِقَّةٌ ابْتُلِيَ
عَلَى حَسَبِ دِينِهِ،
فَمَا
يَبْرَحُ البَلَاءُ بِالعَبْدِ حَتَّى يَتْرُكَهُ يَمْشِي عَلَى الأَرْضِ مَا
عَلَيْهِ خَطِيئَةٌ
Dari Mus’ab
dari Sa’ad dari bapaknya berkata, aku berkata: “Wahai Rasulullah, siapakah
manusia yang paling berat ujiannya?” Kata beliau: “Para Nabi, kemudian yang
semisal mereka dan yang semisal mereka. Dan seseorang diuji sesuai dengan
kadar dien (keimanannya). Apabila diennya kokoh, maka berat pula ujian yang
dirasakannya; kalau diennya lemah, dia diuji sesuai dengan kadar diennya. Dan
seseorang akan senantiasa ditimpa ujian demi ujian hingga dia dilepaskan
berjalan di muka bumi dalam keadaan tidak mempunyai dosa.” [HR. At-Tirmidzi no.2398,
dishahihkan oleh syaikh Al-Albani, tahqiq Ahmad Muhammad Syakir]
Mari kita
tinjau ujian dan kesabaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, mungkin
kita tidak membandingkannya dulu dengan manusia biasa seperti ulama dan
orang sholih atau para sahabat radhiallahu ‘anhum tetapi kita bandingkan
dengan sesama para nabi ‘alaihimussalam . Sehingga beliau mendapatkan kedudukan
lebih diatas para nabi yang lain.
1. ketika nabi
sulaiman ‘alaihimussalam berdoa dan memohon meminta diberi kerajaan:
رَبِّ
اغْفِرْ لِي وَهَبْ لِي مُلْكًا لَا يَنْبَغِي لِأَحَدٍ مِنْ بَعْدِي إِنَّكَ
أَنْتَ الْوَهَّابُ
“Ya
Tuhanku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak
dimiliki oleh seorang juapun sesudahku. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha
Pemberi.” [QS. Shad: 38]
Maka
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memilih hidup sederhana
sebagai hamba ketika ditawarkan kerajaan, hal ini agar menjadi
contoh bagi semesta alam bahwa beliau tidak punya urusan yang banyak di dunia.
كَانَ ابْنُ
عَبَّاسٍ يُحَدِّثُ، أَنَّ اللهَ أَرْسَلَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ
مَلَكًا مِنَ الْمَلَائِكَةِمَعَ الْمَلَكِ جِبْرِيلَ عَلَيْهِ السَّلَامُ،
فَقَالَ لَهُ
الْمَلَكُ: يَا مُحَمَّدُ، إِنَّ اللهَ عَزَّ جَلَّ
يُخَيِّرُكَ
بَيْنَ أَنْ تَكُونَ نَبِيًّا عَبْدًا، أَوْ نَبِيًّا مَلِكًا، فَالْتَفَتَ
رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
إِلَى
جِبْرِيلَ كَالْمُسْتَشِيرِ، فَأَوْمَأَ إِلَيْهِ أَنْ تَوَاضَعْ، فَقَالَ رَسُولُ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «بَلْ نَبِيًّا عَبْدًا»
“Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma
menceritakan bahwa Allah pernah mengutus salah satu malaikat bersama
malaikat Jibril ‘alaihissalam kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
kemudian malaikat tersebut berkata, “Sesungguhnya Allah ‘Azza wa jalla
memberikan pilihan bagimu (Muhammad), apakah engkau mau menjadi sebagai
seorang hamba dan Nabi, ataukah engkau mau menjadi sebagai seorang nabi dan
raja?”. Maka rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menoleh kepada Jibril
seolah-olah meminta pendapat beliau, maka Jibril memberi isyarat kepada Nabi
agar beliau tawadhu. Kemudian rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
berkata, “Aku ingin menjadi sebagai seorang nabi dan hamba”. [Mu’jam Kabir litthabrani no.10686,
tahqiq Hamdi bin Abdul majid As-Salafi, Mu’jam Al-Aushoth no. 6937 dan Az-Zuhdi
Al-Kabir lilbaihaqi no. 447]
2. ketika nabi
Nuh ‘alaihissalam berdakwah kepada kaumnya dan tidak ada yang
mau beriman kecuali sedikit sekali, maka nabi Nuh‘alaihissalam berdoa
agar semua orang kafir tersebut dimusnahkan seluruhnya dari muka bumi dengan
banjir besar:
وَقَالَ
نُوحٌ رَّبِّ لَا تَذَرْ عَلَى الْأَرْضِ مِنَ الْكَافِرِينَ دَيَّاراًْ وَقَالَ
نُوحٌ رَّبِّ
لَا تَذَرْ
عَلَى الْأَرْضِ مِنَ الْكَافِرِينَ دَيَّاراً
Nuh berkata:
“Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorangpun di antara orang-orang kafir
itu tinggal di atas bumi. Sesungguhnya jika Engkau biarkan mereka tinggal,
niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu, dan mereka tidak akan
melahirkan selain anak yang berbuat ma’siat lagi sangat kafir.’ [surat Nuh: 26-27]
Maka ketika
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berdakwah ke Thoif sekaligus
meminta perlindungan. Kemudian mereka menolak bahkan mengejek dan mencaci
maki Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, mengusir melempar
dengan batu sampai tubuh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mulia
sampai berdarah-darah. akan tetapi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam malahan mendoakan mereka:
أَرْجُو أَنْ
يُخْرِجَ اللَّهُ مِنْ أَصْلاَبِهِمْ مَنْ يَعْبُدُ اللَّهَ وَحْدَهُ، لاَ
يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا
“Bahkan aku
berharap Allah akan mengeluarkan dari tulang sulbi mereka keturunan yang akan
menyembah Allah semata, tidak disekutukanNya dengan apa pun” [HR. Bukhari no. 3231]
Begitu juga
ketika nabi Yunus ‘alaihissalam berdakwah kepada kaumnya dan
kemudian menolaknya, maka beliau terlalu cepat meninggalkan kaumnya dan
akhirnya beliau masuk ke perut ikan.
فَاصْبِرْ
لِحُكْمِ رَبِّكَ وَلَا تَكُن كَصَاحِبِ الْحُوتِ إِذْ نَادَى وَهُوَ مَكْظُومٌْ
لَوْلَا أَن
تَدَارَكَهُ نِعْمَةٌ مِّن رَّبِّهِ لَنُبِذَ بِالْعَرَاء وَهُوَ مَذْمُومٌْ
فَاجْتَبَاهُ رَبُّهُ فَجَعَلَهُ مِنَ الصَّالِحِينَ
“Maka bersabarlah kamu (hai
Muhammad) terhadap ketetapan Tuhanmu, dan janganlah kamu seperti orang yang
berada dalam (perut) ikan ketika ia berdo’a sedang ia dalam keadaan marah
(kepada kaumnya). Kalau sekiranya ia tidak segera mendapat nikmat dari Tuhannya,
benar-benar ia dicampakkan ke tanah tandus dalam keadaan tercela. Lalu Tuhannya
memilihnya dan menjadikannya termasuk orang-orang yang saleh”. [Al-Qolam 48-50]
3. ketika nabi
Ayyub alaihissalam menghadapi nusyuz [ketidakpatuhan]
istrinya, maka beliau bersumpah akan memukulnya 100 kali, kemudian Allah
Ta’ala dalam Al-Quran memberikan jalan keluar agar beliau tidak
membatalkan sumpah dan tidak juga menyakiti istrinya.
وَخُذْ
بِيَدِكَ ضِغْثاً فَاضْرِب بِّهِ وَلَا تَحْنَثْ إِنَّا وَجَدْنَاهُ صَابِراً
نِعْمَ الْعَبْدُ إِنَّهُ أَوَّابٌ
“Dan
ambillah dengan tanganmu seikat (rumput), maka pukullah dengan itu dan
janganlah kamu melanggar sumpah. Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayyub) seorang
yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat ta’at (kepada
Tuhan-nya) .” [Shaad:44]
Maka ketika semua
istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam nusyuz [tidak patuh],
maka tidak langsung marah, langsung main pukul ataupun langsung mengancam
cerai. Tetapi beliau menjauhi semua istrinya selama sebulan. Dan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam mengalah dengan tinggal dikandang unta atau
diriwayat lain di dalam sebuah kamar yang disebut khazanah.tidak dengan
mengusir mereka dari rumah beliau.
اِعْتَزَلَ
نِسَاءَهُ شَهْرًا
“Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam menjauhi istri-istrinya selama sebulan.” [HR. Muslim II/763 no 1084 dari
Jabir bin Abdillah]
Beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam menjauhi sebulan agar para istri tersebut bisa berpikir
jernih tentang apa akibat yang mereka perbuat. Kemudian Allah subhanahu wa
ta’ala menurunkan ayat:
يَا أَيُّهَا
النَّبِيُّ قُل لِّأَزْوَاجِكَ إِن كُنتُنَّ تُرِدْنَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا
وَزِينَتَهَا
فَتَعَالَيْنَ
أُمَتِّعْكُنَّ وَأُسَرِّحْكُنَّ سَرَاحاً جَمِيلاًْ وَإِن كُنتُنَّ تُرِدْنَ
اللَّهَ
وَرَسُولَهُ وَالدَّارَ
الْآخِرَةَ فَإِنَّ اللَّهَ أَعَدَّ لِلْمُحْسِنَاتِ مِنكُنَّ أَجْراً عَظِيماً
“Hai Nabi, katakanlah kepada
istri-istrimu, jika kalian menghendaki kehidupan dunia dan segala perhiasannya,
maka kemarilah, aku akan memenuhi keinginanmu itu dan aku akan menceraikanmu
secara baik-baik. Dan jika kalian menginginkan (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya
serta (kesenangan) di kampung akhirat, sesungguhnya Allah akan menyediakan bagi
hamba-hamba yang baik di antara kalian pahala yang besar.” [QS.
Al-Ahzab:28]
4. ketika
nabi Musa ‘alaihissalam pulang dari bukit Thursina dan mendapati kaumnya
membuat sesembahan sapi betina. Sedangkan saat itu Nabi Harun ‘alaihissalam
yang merupakan teman seperjuangan nabi Musa bersama mereka. Maka Nabi
Musa langsung marah [karena Allah]kepada Nabi Harun ‘alaihissalam, kemudian
melempar kitab suci Taurat dan menarik Nabi Harun ‘alaihissalam, baru
kemudian nabi Harun ‘alaihissalam menyampaikan udzur/alasan, Al-Quran
menceritakan:
قَالَ يَا
هَارُونُ مَا مَنَعَكَ إِذْ رَأَيْتَهُمْ ضَلُّوا * أَلا تَتَّبِعَنِ أَفَعَصَيْتَ
أَمْرِي
* قَالَ يَا ابْنَ أُمَّ لا
تَأْخُذْ بِلِحْيَتِي وَلا بِرَأْسِي إِنِّي خَشِيتُ
أَنْ تَقُولَ
فَرَّقْتَ بَيْنَ بَنِي إِسْرَائِيلَ وَلَمْ تَرْقُبْ قَوْلِي
“Berkata Musa: “Hai Harun, apa
yang menghalangi kamu ketika kamu melihat mereka telah sesat, (sehingga kamu
tidak mengikuti aku? Maka apakah kamu telah (sengaja) mendurhakai perintahku?”.
Harun menjawab: “Hai putra ibuku janganlah kamu pegang janggutku dan jangan
(pula) kepalaku; sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan berkata (kepadaku):
“Kamu telah memecah antara Bani Israel dan kamu tidak memelihara amanatku” [QS. Thaha : 92-94].
Dan disurat
yang lain:
وَلَمَّا
رَجَعَ مُوسَى إِلَى قَوْمِهِ غَضْبَانَ أَسِفاً قَالَ بِئْسَمَا خَلَفْتُمُونِي
مِن بَعْدِيَ
أَعَجِلْتُمْ أَمْرَ رَبِّكُمْ وَأَلْقَى الألْوَاحَ وَأَخَذَ بِرَأْسِ أَخِيهِ
يَجُرُّهُ إِلَيْهِ
قَالَ ابْنَ
أُمَّ إِنَّ الْقَوْمَ اسْتَضْعَفُونِي وَكَادُواْ يَقْتُلُونَنِي
فَلاَ
تُشْمِتْ بِيَ الأعْدَاء وَلاَ تَجْعَلْنِي مَعَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ
“Dan tatkala Musa telah kembali
kepada kaumnya dengan marah dan sedih hati berkatalah dia: “Alangkah buruknya
perbuatan yang kamu kerjakan sesudah kepergianku! Apakah kamu hendak mendahului
janji Tuhanmu ? Dan Musapun melemparkan luh-luh (Taurat) itu dan memegang (rambut)
kepala saudaranya (Harun) sambil menariknya ke arahnya, Harun berkata: “Hai
anak ibuku, sesungguhnya kaum ini telah menganggapku lemah dan hampir-hampir
mereka membunuhku, sebab itu janganlah kamu menjadikan musuh-musuh gembira
melihatku, dan janganlah kamu masukkan aku ke dalam golongan orang-orang yang
zalim”.
[Al-A’raf:150]
maka ketika salah
seorang teman seperjuangan beliau [sahabat] melakukan pembocoran rahasia
penyerangan ke Mekkah kepada orang kafir di Mekkah. Ini adalah
pengkhianatan besar, akan tetapi Beliau memaafkannya karena sahabat tersebut
punya ‘uzdur/alasan. Sahabat tersebut adalah Hatib bin Balta’ah radhiallahu
‘anhu.
ketika Umar
bin Al Khattab radhiallahu ‘anhu menawarkan diri,
“Wahai
Rasulullah, biarkan aku memenggal lehernya, karena dia telah mengkhianati Allah
dan Rasul-Nya serta bersikap munafik.”
Rasulullah shallallahu
‘alahi wa sallam dengan bijak menjawab,
“Sesungguhnya Hatib pernah ikut perang Badar… (Allah berfirman tentang pasukan Badar): Berbuatlah sesuka kalian, karena kalian telah Saya ampuni.”
“Sesungguhnya Hatib pernah ikut perang Badar… (Allah berfirman tentang pasukan Badar): Berbuatlah sesuka kalian, karena kalian telah Saya ampuni.”
Umar pun
kemudian menangis, sambil mengatakan, “Allah dan rasulNya lebih mengetahui.”
Kisah adalah
Hatib bin Balta’ah radhiallahu ‘anhu diabadikan dalam Al-Quran:
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاءَ تُلْقُونَ
إِلَيْهِمْ بِالْمَوَدَّةِ
وَقَدْ
كَفَرُوا بِمَا جَاءَكُمْ مِنَ الْحَقِّ يُخْرِجُونَ الرَّسُولَ وَإِيَّاكُمْ أَنْ
تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ
“Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu menjadikan musuhKu dan musuhmu sebagai teman setia yang kamu
sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang,
padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu,
mereka mengusir Rasul dan (mengusir) kamu karena kamu beriman kepada Allah….” [Al- Mumtahanah: 1]
Demikianlah
perbandingan Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam dengan para Nabi yang
lain. Perlu diingat, ini bukan berarti nabi yang lain tidak sabar dan tidak
berat ujiannya. Lihatlah bagaimana kisah cobaan berat nabi Ayyub ‘alaihissalam,
kisah perjuangan berat dan panjang nabi Musa ‘alaihissalam melawan
Fir’aun dan kerasnya hati bani Israil, kisah kesabaran nabi Sulaiman yang tidak
menggunakan kerajaannya untuk berlaku dzalim dan foya-foya.
Setelah
mengetahui perbandingan ini perlukah kita membandingkan Rasulullah shallallahu
‘alahi wa sallam dengan sahabat, para ulama dan orang-orang shalih?. Atau
membandingkan dengan ujian dan cobaan serta kesabaran kita yang sedikit saja
terkena ujian langsung berkeluh kesah?.
Kemudian
bentuk ujian dan cobaan lebih berat Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam yang lain:
- Rasulullah shallallahu ‘alahi wa
sallam jika demam, maka jika sakit, beratnya dua kali lipat:
Dari
Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu dia berkata: Aku pernah menjenguk
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ketika sakit, sepertinya beliau sedang
merasakan rasa sakit yang parah. Maka aku berkata:
يَا رَسُولَ
اللَّهِ، إِنَّكَ لَتُوعَكُ وَعْكًا شَدِيدًا؟ قَالَ: «أَجَلْ،
إِنِّي
أُوعَكُ كَمَا يُوعَكُ رَجُلاَنِ مِنْكُمْ» قُلْتُ: ذَلِكَ أَنَّ لَكَ أَجْرَيْنِ؟
قَالَ:
«أَجَلْ، ذَلِكَ كَذَلِك
“Sepertinya anda sedang merasakan
rasa sakit yang amat berat”, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “iya
benar, aku sakit sebagimana rasa sakit dua orang kalian [dua kali lipat]”, aku
berkata, “oleh karena itukah anda mendapatkan pahala dua kali lipat.” Beliau
menjawab, “Benar, karena hal itu”. [HR. Al-Bukhari no. 5648 dan Muslim no. 2571]
- Rasulullah
shallallahu ‘alahi wa sallam harus menanggung Sembilan istri. Lho
bukannya enak istri banyak? Silahkan Tanya kepada meraka yang mempunyai hanya
dua istri, bagaimana repot dan susahnya mengurus mereka dengan penuh keadilan
dan tanggung jawab. Bagaimana membagi waktu, membagi perasaan. Terkadang bagi
yang punya satu istri saja terkadang kelabakan mengurus dan mendidik satu istri
terutama ketika “bengkoknya” datang atau sedang sensitif karena haidh.
Rasulullah shallallahu
‘alahi wa sallam ikhlas menjalankan takdirnya, menikah pertama kali dengan
janda sebagai suami ketiga, dan beberapa istrinya telah bersuami dua kali
sebelumnya. Mampukah kita demikian?,melawan rasa cemburu dengan suami-suami
sebelumnya?. Dan sebagian istri beliau ketika menikah berumur diatas 40 tahun.
Mampukah kita demikian, maukah kita menikah dengan wanita berumur [atau
sekarang disebut –maaf- “tante-tante”].
Dan para
istri Rasulullah shallallahu
‘alahi wa sallam semuanya ridha dengan beliau. Malahan yang ada adalah
banyak cerita bahwa istri-istri beliau yang menyusahkan Rasulullah shallallahu
‘alahi wa sallam . dan belau
paling baik terhadap istri-istri beliau.
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
خَيْرُكُمْ
خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِي
“Sebaik-baik
kalian adalah yang paling baik terhadap keluarganya. Dan akulah yang paling
baik di antara kalian dalam bermuamalah dengan keluargaku.” [H.R. Tirmidzi dan beliau
mengomentari bahwa hadits ini hasan gharib sahih. Ibnu Hibban dan
Al-Albani menilai hadits tersebut sahih].
Dan komentar
salah satu istri beliau, A’isyah radhiallahu ‘anha berkata,
كَانَ
خُلُقُهُ الْقُرْآنَ
“Akhlak
beliau adalah Al-Quran” [HR. Muslim no. 746, Abu Dawud no. 1342 dan Ahmad 6/54]
Jika
demikian, bolehkah kita meminta ujian, agar derajat kita naik?
Jawabannya,
tidak boleh, karena ketika kita tertimpa ujian, belum tentu kita mampu
menghadapinya. Karena iman kita lemah. Sebagaimana kita dilarang berharap-harap
bertemu musuh, yang bertemu musuh berupakan ujian.
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
لا
تَتَمَنَّوْا لِقَاءَ الْعَدُوِّ، واسألوا الله الْعَافِيَةَ
“Jangan
berharap bertemu musuh, dan memintalah afiah [kesehatan dan keselamatan]
kepada Allah”. [HR.Bukhari
no. 7237]
Setelah
mengetahui semua ini, janganlah kita langsung berkeluh kesah ketika mendapatkan
ujian yang kecil, langsung putus asa dan berprasangka negatif kepada Allah.
Mari kita membaca buku-buku dan artikel tentang ujian dan kesabaran. Jangan
harap kita masuk surga tanpa ada ujian.
Allah Ta’ala
berfirman:
أَحَسِبَ
النَّاسُ أَن يُتْرَكُوا أَن يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَْ
وَلَقَدْ
فَتَنَّا الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا
وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ
“Apakah manusia itu mengira bahwa
mereka dibiarkan (saja) mengatakan : “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak
diuji lagi? Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum
mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya
Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” [Al-Ankabut: 2-3]
Kemudian
sebagai penutup, inilah gambaran cobaan para nabi dan orang shalih sebelum
kita, bantuan baru datang ketika dada-dada mereka hampir sesak dan sangat lama
menanti.
Allah Ta’ala
berfirman:
أَمْ
حَسِبْتُمْ أَن تَدْخُلُواْ الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُم مَّثَلُ الَّذِينَ
خَلَوْاْ مِن قَبْلِكُم
مَّسَّتْهُمُ
الْبَأْسَاء وَالضَّرَّاء وَزُلْزِلُواْ حَتَّى يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ
آمَنُواْ مَعَهُ
مَتَى نَصْرُ
اللّهِ أَلا إِنَّ نَصْرَ اللّهِ قَرِيبٌ
“Apakah kamu mengira bahwa kamu
akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya
orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan
kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga
berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “kapankah datangnya
pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” [Al-Baqarah: 214]
Alhamdulillahilladzi
bi ni’matihi tatimmush sholihaat, wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa
‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.
Tulisan ini
terinspirasi dari salah satu ustadz favorit saya yang telah berpulang:
Ustadz Armen
Halim Naro, Lc –rahimahullah-
Semoga Allah
mengampuninya , meluaskan kuburnya dan memasukkannya ke surga firdaus.Amiin.
No comments:
Post a Comment